Seabad yang lampau berkumpulah para pemuda senusantara membahas
arti penting kebersamaan dalam perjuangan. Mengingat perjuangan
bersifat kedaerahan dengan mudah dipatahkan dan dininabobokan oleh
penguasa kolonial Belanda. Kesadaran sebagai sebuah bangsa yang satu
adalah modal yang penting menuju cita cita Indonesia merdeka. Para
pemuda sepakat untuk saling menegasikan segala perbedaan demi cita cita
yang mulia menuju sebuah bangsa yang bermartabat, berdaulat dan
berkeadilan sosial bagi warga negara kelak .
Gagasan yang kemudian dikenal sebagai sumpah pemuda menjadi tonggak
perjuangan bahgsa. Kesadaran neuron dalam berjejaring tumbuh seiring
kesadaran kolektifisme. Mengingat kaum menengah terpelajar yang dikirim
ke Eropa juga misi haji yang muatannya berdimensi sosial politik,
pentingnya negara merdeka dan berdaulat. Diikuti pendirian organisasi
kepemudaan dan partai politik baik moderat maupun garis keras. Momentum
kesadaran sebagai sebuah bangsa yang senasib sepenanggungan melahirkan
perasaan dan pendirian arti penting persamaan. Terlibatlah di dalamnya
ahli hukum, anggota volksraad, para dokter pribumi dan sekiranya para
pemuda yang memandang penting sebuah persatuan menuju negara merdeka.
(5 Sept 2012)
Ternyata nasionalisme kita jauh melampaui seperti yang tertulis
dalam sejarah resmi sekolahan. Nasionalisme kita berkumandang sejak
Sriwijaya dan semakin gilang gemilang ketika Majapahit berhasil dengan
ekspedisi nusantara. Sebagian besar wilayah asia tenggara saat sekarang
takluk dibawah panji Majapahit. Artinya sebagai bawahan maka kerajaan
se nusantara wajib membayar upeti sebagai bentuk kesetiaan kepada
Majapahit. Begitu juga para wanita cantik sebagai persembahan kepada
raja-raja Majapahit. Lantas apa yang tertinggal tidak lain dan tidak
bukan cerita panji dan keris.
Lho kok cerita panji dan keris so what
gitu loh "apa kaitan antara hal tersebut di atas dengan nasionalisme?"
Penulis terkesan seolah-olah mencari alasan pembenaran atau sedang
berdemagogy, Padahal sebagai bagian budaya nusantara kita wajib dan
berusaha sungguh-sungguh melestarikan warisan tradisi leluhur budaya
bangsa. Ini seolah-olah reasonable dan acceptable, silahkan bagi yang
bergeming dan menolak mentah-mentah. Tengoklah jiran kita sebelah,
sebagai negara yang gemah ripah loh jinawi okelah kita angkat topi.
Namun untuk menjadi sebuah bangsa yang besar seperti Indonesia,
eiiiitssss tunggu dulu masbro, mbaksis dan saudara sebangsa setanah air. Ini bukan sulap bukan sihir, ini bukan simsalabim abrakadabra, ini
bukan hasil peradaban bangsa yang haram jadah. Ini peradaban adalah
hasil proses berbangsa yang berbudaya luhur sejak berabad-abad silam
lamanya. Cobalah tengok warisan tradisi nusantara mulai dari tarian,
puisi dan karya satra lain, waow kita akan menemukan berjuta tradisi
nusantara yang kaya raya.
Ini pula yang menjadi landasan bangsa kita
indonesia merdeka dan berdaulat berbudaya adiluhung, krisis identitas
itulah the symbol of excelent jiran kita yang tercinta (maaf saudaraku
di Malaysia). Sebagai sebuah bangsa yang besar maka nasionalisme kita
adalah upaya yang sungguh-sungguh dan berkelanjutan melestarikan
tradisi. Maka nasionalisme tidak selalu identik dengan angkat senjata,
ganyang Malaysia, atau wajib militer. Nasionalisme Indonesia adalah
pengayom bagi segala peradaban umat manusia. Inilah mengapa kiranya
semboyan Bhineka Tunggal Ika kita pertahankan mati-matian lantaran
menjadi bangsa majemuk bukanlah aib atau kutukan. Melainkan kita saling
belajar dan saling, memperkaya satu sama lain.
Kiranya demikian adanya
bahwa nasionalisme adalah penghargaan yang setulusnya kepada
kemanusiaan yang adil beradab dan berketuhanan. Semoga kita tidak bosan
bosan menitipkan pesan bahwa nasionalisme Indonesia adalah nasionalisme
berbudaya. Didalamnya mengandung penghargaan martabat, harga diri
sebagai sebuah bangsa. Lantas apa implementasi atau wujud nyata
nasionalisme kita. Kiranya perlu kita bangun lagi kita pupuk lagi
kesadaran dan kedaulatan sebagai sebuah bangsa, bukan dengan revolusi
fisik namun penataan ulang sendi-sendi fundamental dalam berbangsa.
Marilah kita satukan tekad kita bulatkan niat, berbaris beriring
menuju Indonesia yang lebih baik. Seruan-seruan moral haruslah terus
diteriakkan sekalipun serak dan bernada sumbang.
(19 Sept 2012)
Tony Herdianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar